Pagi itu, semburat hangatnya mentari pagi menemani petani yang tengah memanen nanas. Di tengah ladang nanas yang luas nan subur, nampak nanas berwarna kuning cerah kecoklatan siap dipanen, sementara daun-daun nanas menjulang bergerak beriringan diterpa angin.
Dengan gembira para petani memanen nanas, memilahnya dan mencabut lalu memisahkan mahkota serta daunnya. Di Tengah nuansa syahdu, sayangnya pemandangan ironis tampak terlihat dimana nanas berwarna kuning cerah ceria sementara daun yang dibuang terkesan merasa sedih, terkulai lemas dan menjadi limbah tak kasat mata yang diabaikan.
Kebun nanas Kampung Cijoged, Subang (sumber gambar akun instagram alan_seratalfiber) |
Namun kini sang daun tak sedih lagi karena berkat sentuhan kreativitas dan inovasi Alan Sahroni, limbah daun nanas yang diabaikan, diubah menjadi serat daun nanas, produk green textile bernilai ekonomi tinggi. Daun nanas pun bahagia, karena kini dia tak lagi menjadi seonggok limbah tak bermanfaat melainkan permata yang dihargai dan dicintai.
Dengan bangga, kini sang daun nanas melihat bagaimana dirinya menjadi produk bernilai ekonomi tinggi yang tidak hanya turut serta mensejahterakan warga masyarakat Kampung Cijoged, Desa Cikadu, Kab. Subang tapi juga menjaga lingkungan dari emisi karbon pembakaran daun nanas yang tidak digunakan.
Sang daun pun berterima kasih kepada Alan Sahroni yang mampu melihat potensi dirinya sebagai peluang untuk membawa perubahan pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Limbah Daun Nanas dan Masalah Lingkungan dan Kesehatan
Nanas merupakan maskot kota Subang sudah sejak lama. Kapan tepatnya buah nanas sudah ada di kota Subang tidak ada yang tahu, namun berdasarkan catatan sejarah, nanas yang merupakan tanaman asli Brazilia (Amerika Selatan) dibawa oleh para pelaut Spanyol dan Portugis ke Indonesia (Jawa dan Sumatra) pada abad ke-15 (1599). (Melani, 2012).
Mengapa nanas tumbuh subur di Subang? Hal ini sangat berkaitan erat dengan kesesuaian syarat tumbuh nanas yang dimiliki wilayah Kecamatan Jalan Cagak, Ciater, Kasomalang, Cijambe, dan sekitarnya di Kab. Subang yang menjadi sentra komoditas nanas yang berada di ketinggian sekitar 600-700 meter di atas permukaan laut.
Empat kecamatan di Kab. Subang tersebut yang merupakan sentra perkebunan nanas yang memiliki syarat layak tumbuh nanas yaitu curah hujan 200 - 2500 mm/tahun, suhu udara berkisar antara 21 derajat – 31 derajat celcius dengan tingkat kelembaban berkisar antara 78 derajat – 84 derajat celcius, sinar matahari yang cukup, tanah latosol coklat kemerahan atau merah, tanah dengan sistem drainase dan aerasi yang baik, seperti tanah berpasir dan banyak mengandung bahan organik, pH antara 5,17 - 17,39.
Kecamatan di subang penghasil nanas terbesar (Sumber : https://www.kotasubang.com/8920/potensi-komoditas-produk-unggulan-kabupaten-subang) |
Nanas Subang merupakan komoditi nanas terbesar kedua setelah nanas lampung dimana pada tahun 2023 nanas Lampung menghasilkan 722.847 ton nanas sementara Subang menghasilkan 167.413,67 ton nanan per tahun.
Berdasarkan data dari Kabupaten Subang Dalam Angka 2024, produksi nanas terbesar di Kab. Subang pada tahun 2023 berada di kecamatan jalancagak yaitu 88.200 ton dan Kecamatan Cijambe sebanyak 74.000 ton.
Nanas yang menjadi komoditi utama kota Subang menjadi sumbangsih terbesar penghasilan warga masyarakat Kab. Subang pada umumnya. Tidak hanya petani, tapi juga pengrajin dan pelaku UMKM.
Namun, dibalik kesuksesan pemasaran nanas di Kab. Subang, nyatanya si emas nanas juga memiliki cerita duka dimana dihasilkannya limbah pasca panen sebesar 14 ton limbah daun nanas/hektar. Dapat dibayangkan berapa total limbah daun nanas yang dihasilkan dari luas kebun nanas di Kabupaten Subang bukan?
Limbah Daun nanas Subang (sumber gambar akun instagram alan_seratalfiber) |
Luas kebun nanas di Kab. Subang adalah 1.630 hektar, dengan demikian maka limbah daun nanas yang dihasilkan adalah 222.200 ton. Sementara itu, di kecamatan Cijambe yang memiliki luas wilayah sekitar 300 ha, menghasilkan limbah nanas sebanyak limbah 42.000 ton.
Lantas apa yang dilakukan terhadap limbah daun nanas? Sebagian kecil limbah daun nanas biasanya dijadikan pakan ternak dan pupuk, namun sebagian besar tidak digunakan lantas dibakar.
Bayangkanlah, berapa emisi karbon dari pembakaran limbah daun nanas yang dihasilkan? Tak heran jika pembakaran limbah daun nanas menjadi permasalahan lingkungan yang cukup krusial karena selain menjadi polusi udara juga menjadi penyebab timbulnya penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) yang menyerang warga masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan nanas terutama kecamatan Cijambe.
Limbah daun nanas menjadi permasalahan yang perlu diupayakan solusinya, agar tidak menimbulkan kerusakan ekologis, lingkungan dan kesehatan masyarakat Subang.
Alfiber dan Gerakan Semangat Memberi Manfaat
Berdasarkan data dari Badan Statistik Kabupaten Subang tahun 2012, terdapat 10.241 kasus ISPA dan meningkat menjadi 17.518 kasus pada tahun 2013.
Masalah lingkungan dan kesehatan yang dialami warga masyarakat Kab. Subang juga terjadi di Desa Cikadu yang menurut catatan Puskesmas Cirangkong, terdapat 647 kasus pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 726 kasus pada tahun 2017. (Journal of Health Education, 2018)
Permasalahan kesehatan yang dialami warga Desa Cikadu menjadi permasalahan krusial yang menyentuh empati dan membangkitkan kesadaran seorang Alan Sahroni akan pentingnya call to action atau melakukan tindakan nyata.
Melalui proses berpikir kreativitas, Alan Sahroni mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan limbah daun nanas melalui UMKM dibawah bendera Alfiber yang didirikannya sejak tahun 2013.
Belajar Menjadi Kreatif dari Alan Sahroni, Inisiator Rekayasa Limbah Daun Nanas
Serat daun nanas (sumber gambar akun instagram alan_seratalfiber)
Dengan latar belakang pendidikannya yang merupakan lulusan Sekolah Teknologi Tekstil Bandung, Alan Sahroni mencoba pendekatan linier yang berbanding lurus dengan ilmu yang dimilikinya, yaitu memanfaatkan limbah daun nanas menjadi green textile berupa produk kreatvitas berbasi alam, serat daun nanas.
Alan Sahroni memulai usahanya yaitu memanfaatkan limbah daun nanas pada tahun 2013 dengan modal sendiri sekitar Rp 7 juta untuk menyewa bangunan kecil sebagai pabrik dan Rp 2 juta untuk membeli 2 ton limbah daun nanas dari petani. Alan membeli daun nanas dari petani nanas dengan harga Rp1.000 per kilogram (kg).
Usaha pun semakin berkembang, Alan mengajak pemuda karang taruna, warga masyarakat sekitar dan memberdayakan ibu-ibu dalam kelompok usaha yang diberi nama Pinlefi (Pineapple Leaf Fiber) dengan jumlah anggota sebanyak 28 orang.
Setelah mengikuti lomba business plan tingkat nasional pada 2013 yang digelar Kementerian Perindustrian, Alan mendapat hadiah mesin penggiling daun nanas yaitu mesin dekortikator.
Untuk meningkatkan skala pemasaran, Alan membuat blog bertajuk alfiber.com sebagai media mempromosi dan informasi kegiatan usahanya. Pinlefi telah berubah menjadi UMKM di bawah nama Alfiber yang tidak hanya memproduksi serat daun nanas, tapi juga menghasilkan produk serat nanas dengan konsep eco-fashion dan memasarkan modifikasi mesin dekortikator bernama decolacel serta mesin tenun ATBM.
Dengan semangat memberi manfaat yang selalu menjadi tagline Alfiber, Alan dan anggota komunitasnya bercita-cita luhur untuk menjadikan Kabupaten Subang sebagai daerah penghasil Serat Daun Nanas dan memperkenalkan serat daun nanas sebagai bahan baku eco-fashion yang ramah lingkungan serta memperluas pangsa pasar ke berbagai daerah di Indonesia
Siapapun bisa menjadi kreatif dan menjadi inisiator perubahan seperti Alan Sahroni yang melalui krisis dan tantangan yang dihadapi di lingkungan sekitarnya dapat memicu munculnya kreativitas.
Berbekal ilmu yang dimiliki, kreativitas lahir menjadi sebuah solusi. Jika Alan Sahroni bisa membuat perubahan melalui kreativitas, maka kita pun bisa. Terlebih jika kreativitas tersebut merupakan kreativitas berkelanjutan.
Alan Sahroni dan Kreativitas Berkelanjutan
Kreativitas berkelanjutan Alan Sahroni (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Apa itu kreativitas berkelanjutan? Menurut Rabab Saleh dan Alexander Brem dalam jurnal ilmiah bertajuk “Creativity for sustainability: An integrative literature” yang diunggah di situs sciencedirect.com menyatakan bahwa,
“Kreativitas berkelanjutan adalah kreativitas yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, bermanfaat secara sosial, dan layak secara ekonomi. “
Sedangkan menurut Journal of Manufacturing Technology Management, kreativitas berkelanjutan adalah pendekatan dalam menciptakan solusi, produk, atau ide yang tidak hanya inovatif, tetapi juga ramah lingkungan dan berorientasi pada keberlanjutan yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Kreativitas berkelanjutan pada dasarnya berdampingan dengan konsep kreativitas berbasis alam dan desain berkelanjutan yang merupakan pendekatan inovatif dengan memanfaatkan prinsip dan penggunaan sumber daya alam serta teknik ramah lingkungan untuk menciptakan solusi dan produk yang berkelanjutan sehingga meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem.
Kreativitas berkelanjutan juga mengedepankan proses kreativitas yang mengikuti the basic concept of sustainability yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan, atau yang biasa dikenal dengan istilah 3P (Profit, Planet, People).
Kreativitas berkelanjutan dari pemanfaatan limbah daun nanas menjadi serat daun nanas yang di inisiasi Alan Sahroni, sesuai dengan prinsip berkelanjutan menurut Brundtland, 1987 yaitu kreativitas berkelanjutan yang menjadi solusi pengembangan dan pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Serat daun nanas menjadi produk kreativitas berkelanjutan berupa green textile ramah lingkungan yang secara nyata mampu mengurangi permasalahan emisi karbon pembakaran limbah daun nanas selama ini. Selain itu, produk green textile serat daun nanas juga memiliki nilai ekonomi tinggi yang mampu meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat untuk Kesejahteraan Bersama dan Pelestarian Lingkungan
Pemberdayaan masyarakat Komunitas Pemanfaatan limbah daun nanas Alfiber (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu kunci sukses terwujudnya kreativitas berkelanjutan dari limbah daun nanas. Berkat pemberdayaan masyarakat, berbagai produk inovatif dapat dikembangkan.
Tidak hanya melahirkan produk green textile tapi juga eco- fashion seperti tas, jaket, rompi dan pakaian serta kerajinan tangan, tapi juga pupuk organik, kertas daur ulang dari limbah pasca produksi serat daun nanas, mesin penggiling limbah daun nanas dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Dogan yang mampu memberikan value added terhadap limbah daun nanas itu sendiri dan berkontribusi terhadap peningkatan taraf ekonomi.
Pelatihan dan pendampingan juga diberikan kepada anggota komunitas untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terutama yang berkaitan dengan proses produksi, QC dan kontribusi pada pelestarian lingkungan.
Berkat dukungan komunitas dan pemberdayaan masyarakat yang terjalin sejak berdirinya Alfiber pada tahun 2013 hingga sekarang, pada tahun 2021 Alfiber mampu menghasilkan pendapatan kelompok hingga mencapai Rp 154,3 juta dan menembus pasar ekspor ke Singapura, sebanyak 2,1 ton, senilai Rp 180.000 per kg yang semakin berkembang mencapai Jerman dan Arab Saudi
Namun, kesuksesan Alfiber bukanlah dongeng manis semata, terdapat kisah pedih perjuangan yang menyertainya.
Awal berdirinya, Pineleaf yang saat itu belum berubah menjadi Alfiber hanya memiliki satu mesin serut dan mesin tenun. Mahalnya mesin serut yang dibandrol seharga 38 juta, tak mampu mereka beli. Sementara itu, permintaan pasar meningkat dan komunitas kewalahan produksi.
Kreativitas pun muncul, Alan Sahroni bersama kawannya memodifikasi mesin tenun khusus untuk serat nanas yang diberi nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Dogan yang mampu memproduksi serat nanas dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.
Perjuangan pun bermuara setelah bergabung dengan klaster bisnis nanas, Program Youth Entrepreneur and Employment Support Services (YESS) di bawah binaan PPIU (Programme Provincial Project Implementation Unit) Jawa Barat yang merupakan bagian Program kerja sama antara International Fund For Agricultural Development (IFAD) dengan Kementerian Pertanian (Kementan).
Selain itu, Alan Sahroni dan komunitas juga mendapat dukungan dari PT Pertamina EP (PEP) Subang Field melalui program Pengolahan Serat Daun Nanas Subang (Pesona Subang) pada tahun 2021.
Program ini memberikan fasilitasi peningkatan keterampilan SDM melalui kegiatan pelatihan baik teknis maupun non teknis, dukungan dalam proses modifikasi mesin serut atau dekortikator besar, inovasi dekortikator mini dengan segmentasi untuk penggunaan rumah tangga serta modifikasi mesin penggerak (primeover) dekortikator mini menggunakan tenaga surya panel atau disebut decolacel.
Kreativitas berbasis alam yang di perjuangan Alan memang tidak main - main. Tidak hanya pada solusi rekayasa limbah daun nanas, tapi juga transformasi material serat nanas menjadi produk eco-fashion dan modifikasi mesin decolacel yang ramah lingkungan.
Mesin decolacel karya Alan Sahroni telah mengantongi sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM per Oktober 2023, dioperasikan menggunakan tenaga surya yang mampu berkontribusi menurunkan emisi sebesar 302.95 ton CO2 eq per tahun dan menghemat listrik sebesar Rp 174.000 per bulan.
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Dogan hasil modifikasi Alan Sahron dkk (sumber gambar akun instagram alan_seratalfiber) |
Mesin decolacel karya Alan Sahroni (sumber gambar akun instagram alan_seratalfiber) |
Prinsip pemberdayaan dan keberlanjutan pun terwujud. Kini, petani nanas memiliki penghasilan lebih dengan memasok limbah daun nanas seharga Rp 700 - Rp 1.000 per kg. Begitu pula dengan pemuda desa, ibu - ibu dan warga masayarakat yang menjadi bagian pemberdayaan masyarakat.
Masalah lain muncul, yaitu limbah sisa produksi serat daun nanas yang menjadi ampas. Tentu saja kreativitas tak berhenti, Alan yang selalu upgrade skill mengikuti pelatihan memanfaatkan ampas produksi serat daun nanas menjadi pakan ternak dan kertas.
Sehingga, konsep produksi industri kreativitas berkelanjutan serat daun nanas sesungguhnya sudah melaksanakan prinsip zero waste production dengan konsep pemberdayaan masyarakat.
Proses Limbah Daun Nanas Menjadi Green Tekstil Ramah Lingkungan
Produk serat daun nanas Alfiber memiliki kualitas serat yang bagus karena serat daun nanas berasal dari daun nanas dengan panjang minimal 60 cm dan sebelum di proses, dilakukan penyortiran yang cukup ketat untuk mempertahankan kualitas serat daun nanas yang dihasilkan.
Setelah proses penyortiran, limbah daun nanas diekstraksi menggunakan mesin decorticator yang mampu memisahkan serat daun nanas dengan daging daun nanas. Setelah melalui proses ekstraksi, serat daun nanas yang masih berwarna hijau dan kotor dibersihkan melalui proses pengerokan dan pencucian hingga menghasilkan serat daun nanas yang berwarna putih.
Setelah di kerok dan dicuci bersih, serat daun nanas lalu dijemur dan dikeringkan menggunakan pengeringan alami sinar matahari selama 2 - 3 hari.
Setelah serat daun nanas kering dilakukan proses penyisiran agar serat daun nanas menjadi halus dan siap dipintal menjadi benang serat daun nanas lalu ditenun menggunakan ATBM menjadi kanin daun nanas.
Yang unik adalah, mesin tenun ATBM di modifikasi agar memiliki bobot ringan dan bisa dilipat (portable) yang dilengkapi dengan 8 kamran sehingga bisa aneka ragam motif kain.
Setelah keseluruhan proses pemanfaatan limbah daun nanas menjadi serat, benang, kain tenun atau produk sco-fashion lainnya, sisa limbah proses produksi berupa daging daun nanas dimanfaatkan menjadi pupuk daun organik dan kertas daur ulang.
Pengambilan, pengangkutan dan penyortiran limbah daun nanas (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Proses pengeringan serat daun nanas (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Proses penyisiran serat daun nanas (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Kreativitas berbasis alam, kertas daur ulang dari sisa produksi serat daun nanas (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Semangat Memberi Manfaat, Semangat Berkarya dan Berkelanjutan
Kesuksesan Alan Sahroni bersama komunitas pemberdayaan masyarakat Kampung Cijoged Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe melalui bendera Alfiber bukan tanpa kendala. Meski demikian, semangat Alan dan kawan - kawan tak pernah surut.
Kreativitas tak pernah sirna dan Alan terus berinovasi serta bekerja sama untuk menciptakan produk-produk agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan menginspirasi daerah lainnya di seluruh Indonesia.
Melalui kerjasama dan semangat berbagi manfaat, Alan Sahroni kerap berbagi ilmunya kepada kelompok dan komunitas di daerah Subang lainnya bahkan antar kota dan provinsi. Alan percaya bahwa, berbagi ilmu merupakan bagian dari ibadah.
Alan Sahroni dan komunitasnya di Alfiber membuktikan bahwa dengan semangat, kreativitas, dan kolaborasi yang solid, siapapun mampu memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi masalah sosial dan lingkungan, dan mencapai tujuan berkelanjutan.
Mahasiswa yang melakukan Pengabdian Masyarakat LPPM di Alfiber (sumber foto akun instagram alan_seratalfiber) |
Memang sangat tepat jika Alfiber memiliki tagline semangat memberi manfaat. Karena Alfiver kini menjadi tempat berbagi ilmu dan belajar bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana memanfaatkan limbah daun nanas. Tidak hanya perorangan, tapi juga kelompok tani, pelaku UMKM hingga mahasiswa yang hendak melakukan Pengabdian Masyarakat LPPM.
Tak heran jika Alan Sahroni memperoleh penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2019 Tingkat Provinsi Bidang Kewirausahaan, karena kreativitas dan inovasinya mampu menginspirasi lebih banyak masyarakat untuk lebih aware terhadap isu limbah pascapanen hasil pertanian, isu lingkungan dan mengambil aksi untuk perubahan yang lebih baik.
Dengan Semangat Memberi Manfaat dan semangat berkarya serta berkelanjutan, limbah menghilang, penghasilan datang, warga senang dan alam pun riang.
Referensi dan Daftar Pustaka :
- Repository BKG, Diakses tanggal 27 Okt. 2024, dari http://repository.uin-suska.ac.id/5749/3/BAB%202%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
- Repository BKG, Diakses tanggal 27 Okt. 2024, dari http://repository.ub.ac.id/131952/7/BAB_IV_Kondisi_Umum_Wilayah.pdf#:~:text=15%20macam%20tanah%20di%20wilayah%20Kabupaten%20Subang.,Endoaquepts%20seluas%2061.009%2C40%20ha%20dan%20Typic%20Dystrudepts. [Diakses 1 Oktober 2023].
- Repository BKG, Diakses tanggal 27 Okt. 2014, dari http://repository.stei.ac.id/7925/3/BAB%202.pdf
- Creativity for sustainability: An integrative literature, Rabab Saleh & Alexander Brem (15 February 2023) Diakses tanggal 27 Okt, 2024 dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652623000069
- Serat Alfiber, Diakses tanggal 27 Okt, 2024 dari https://www.seratalfiber.com/
- Kreativitas dalam Desain: Menumbuhkan Industri Kreatif yang Berkelanjutan, Program Studi Ekonomi Syariah, Wepo, IAN Nur Lampung (April 30, 2023) Diakses tanggal 27 Okt, 2024 dari https://an-nur.ac.id/esy/kreativitas-dalam-desain-menumbuhkan-industri-kreatif-yang-berkelanjutan.html
- Pesona Subang: Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Serat Daun Nanas Untuk Mendukung Zero Waste Farming, Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan, Wazirul Luthfi, K. Hendra Permana, Adi Firmansyah, PT Pertamina EP Zona 7 Subang Field , CARE LPPM IPB University (Oktober 2022) Diakses pada 27 Okt, 2014 dari https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalcare/article/download/43636/24206/#:~:text=Di%20seluruh%20Subang%2C%20diperkirakan%20terdapat,Ha%20di%20wilayah%20Kecamatan%20Cijambe.
- Program Pesona Subang, Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Kain Bernilai Tinggi, Mohammad Faizal, SINDOnews.com (05 November 2023) Diakses 27 Okt, 2024 dari https://ekbis.sindonews.com/read/1243517/36/program-pesona-subang-ubah-limbah-daun-nanas-jadi-serat-kain-bernilai-tinggi-1699117887/20
- Memintal Serat Limbah Daun Nanas, Merajut Asa Keberlanjutan di Cikadu, Aprilia Ika, kompas.com (05 November 2023) Diakses 27, Okt 2024 dari https://money.kompaProgram Pesona Subang, Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Kain Bernilai Tinggi | Halaman 3s.com/read/2023/11/05/140000826/memintal-serat-limbah-daun-nanas-merajut-asa-keberlanjutan-di-cikadu?page=all
- Kabupaten Subang Dalam Angka 2024, Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang (28 Februari 2024) Diakses 27, Okt 2024 dari https://subangkab.bps.go.id/id/publication/2024/02/28/f94b743bf1d0b810b6002852/kabupaten-subang-dalam-angka-2024.html
- Jumlah Pasien Yang Berobat Ke Puskesmas Menurut Jenis Penyakit Tahun 2013, Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang ( 25 September2015), Diakses 27, Okt 2024 dari https://subangkab.bps.go.id/id/statistics-table/1/NjgjMQ==/jumlah-pasien-yang-berobat-ke-puskesmas-menurut-jenis-penyakit-tahun-2013.html
- Journal of Manufacturing Technology Management, “Organizational creativity and sustainability-oriented innovation as drivers of sustainable development: overcoming firms' economic, environmental and social sustainability challenges, Jaime E. Souto , Emeral Insight (9 Desember 2021) Diakses 27, Okt 2024 dari https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JMTM-01-2021-0018/full/html
- Gambaran Karakteristik Dan Pengetahuan Penderita Ispa Pada Pekerja Pabrik Di Pt Perkebunan Nusantara Ix (Persero) Kebun Batujamus/ Kerjoarum Karanganyar,Tria Wijayanti , Sofwan Indarjo Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, (April 2018 )
- Creativity for sustainability: An integrative literature, Rabab Saleh, Alexander Brem Journal of Cleaner Production Volume 388, )15 February 2023)
- Mengubah Limbah Daun Nanas Menjadi Eco-Fashion Berkelanjutan: Studi Kasus Program PESONA SUBANG di Desa Cikadu, Indonesia, Pertanian Nanas Berkelanjutan: Budidaya Hingga Pengelolaan Limbah Nanas, Jurnal Pengabdian Masyarakat,LPPM UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Vol. 17, No. 1 Ade Cahya Kurniawan, Agung Gustiawan, Didin Nahrudin Syah, Maman Setiarahman, Drikarsa, Sawendah Puji Rahayu, Rosyida, Aʼisyah Surya Bintang, Irfan Yusuf Fachrurrozy, Adi Rohman, Rey Wally (Januari-Juni, 2024)
- Melani, A. 2012. Fermentasi Limbah Buah Nanas dengan Saccharomyces Cereviceae menggunakan Proses Hidrolisis. Jurnal Berkala Teknik. 2(4): 334–342.
- Potensi Komoditas / Produk Unggulan Kabupaten Subang, kotasubang.com (08 Agustus 2018), Diakses 28 Okt 2024 dari https://www.kotasubang.com/8920/potensi-komoditas-produk-unggulan-kabupaten-subang
aku terpukau pada pintarnya orang yang bs mengubah sampah menjadi hal yang punya nilai ekonomis. keren banget
BalasHapusMasya Allah, inovasinya bagus banget ini. Nilai ekonomi yang bertambah juga bisa sekaligus mendorong masyarakat sekitar bisa makin menerima manfaatnya ya.
BalasHapuswah aku baru tahu kalau limbah daun nanas bisa jadi barang keren begitu. biasanya sih ogah pegang daunnya, soalnya berduri banget
BalasHapusMasyaAllah keren banget pak Alan Sahroni yang sudah berinovasi dengan limbah kulit nenas Subang menjadi barang baru ramah lingkungan. Bahkan ampas dari pembuatan tekstil dari nanas pun dibuat kembali menjadi pakan ternak dan juga kertas.
BalasHapusWow ... semua bahan yang digunakan secara maksimal. Serat nanasnya bisa jadi kain yang ramah lingkungan. Ampas hasil pengolahannya, diubah jadi kertas. Lalu mesinnya pun digerakkan dengan tenaga surya. Inovasi yang luar biasa dan semoga berkembang terus.
BalasHapusapapun saat dipegang oleh orang yang tepat apapun menjadi bermanfaat ya Mba, termasuk limbah daun nanas ini menajdi barang bermanfaat dan bernilai guna, keren banget Mas Alan, semoga makin banyak generasi kita yang melihat peluang bisnis dari hal-hal yang seperti biasa saja tetapi menjadi luar biasa saat dilihat sebagai peluang bisnis di tangan orang kreatif
BalasHapusUsaha berkelanjutan seperti ini harus didukung dengan peran serta pemerintah juga sih. Pantas saja pak Sahroni menerima penghargaan dari Astra ya
BalasHapusWow! Ini keren banget daun nanas bisa jadi kek gini! Salut! Kreatifitas luar biasa
BalasHapusKeren, baru tahu limbah daun nanas juga bisa diolah. Gak kalah keren tulisan Mbak penuh dengan sumber-sumber jurnal 🥳
BalasHapusMemang daun nanas ini banyak sekali mbak, Satu pohon menghasilkan 1 buah nanas tapi daunnya sangat banyak. Ternyata kalau dimanfaatkan begin justru jadi sumber produksi yang kreatif.
BalasHapusKeren sekali..
BalasHapusGak mudah pasti memulai sesuatu yang baru, terlebih memanfaatkan limbah yang biasanya orang uda gak tau kudu diolah seperti apalagi dan cenderung membuangnya. Tapi mas Alan dengan tangan dinginnya mengolah menjadi serat yang dapat diproses untuk produksi berikutnya.
Bener-bener Sustainable living yang patut dicontoh.
Aku naksir tuh rompinya kang Alan Sahroni. Bisa banget yah, dari limbah dari produk kreatif. Udah gitu bisa memberdayakan masyarakat sekitar. Apa-apa yang berbau sustainability tuh sekarang dicari orang banget. Keren Kang...Semoga menular juga ke daerah-daerah lain untuk mengolah limbah-limbah sejenis jadi barang bermanfaat.
BalasHapus