Mental Suka-suka Gue sebagai Bentuk Self Defense, Setuju atau Tidak?

1 komentar

mental suka-suka gue





Ngantuk berat dan sedikit resah ala-ala keresahan generasi  Z menghadapi deadline yang never ending yee kan, akhirnya aku cari playlist di Youtube tahun 2000an. Pas lah ketemu sama lagunya The Changcuters “suka-suka”. Liriknya sih gak begitu memotivasi, tapi hentakan beat drum dan gitar yang saling bertaut bikin jingkrak seketika.

Tetiba inget style gitarnya band The Strokes dalam lagu Soma. Gak heran sih, karena emang si Changcuters ini ngefans berat sama The Strokes dan jadi inspirasi bikin lagu mereka meski performance mereka lebih condong retro 60’an.
Anyway, sayangnya aku gak bakalan bahas soal menelisik lagunya The Changcuters or about them. Tapi menelisik kata suka-suka itu sendiri. 
Agak gak nyambung sih sama intro artikel ya, cuman kepikiran aja gitu pas dengerin lagu ini pas lagi block writing nuntasin artikel DL terus istirahat dulu deh dengan bikin artikel “suka-suka” yang gak ngikutin kaidah menulis seharusnya (cieee) dan menggunakan kosakata yang “suka-suka” juga! hahahaha.
It’s fun though!
Aku pengen bahas soal mental “suka-suka gue” yang kerap melanda generasi Y dan Z ( and some of millennials generations). Ini sebuah fenomena loh yang digadang-gadang jadi sumber merebaknya isu mental health. Atas dasar apa? Mental health itu sendiri.
Gak sedikit postingan reels atau tiktok yang punya konten senada, seperti “ it’s oke gue gini-gini aja yang penting mental health gue gak terganggu” yang kalau diterjemahkan bernada, “ yaaah suka-suka gue deh mau gini-gini aja juga gpp yang penting gue masih waras” sebagai bentuk self defense.
Kamu setuju atau tidak?

Mental Suka-suka Gue sebagai Self Defense Mechanism


Ibarat koin yang punya dua sisi, prinsip mental suka -suka gue ada good and bad-nya sih menurut aku. Bukan perkara setuju atau tidak, tapi tergantung situasi yang menyertainya.
Bisa dikatakan baik jika diri merasa diserang secara verbal (bully halus) dan menjadi self defense atau bisa jadi bad jika diri dalam situasi egois bener deh jadi human terlebih anak remaja yang lagi mekar-mekarnya.
Btw, apa itu self-defense?
Dikutip dari hellosehat, self-defense atau Mekanisme pertahanan diri pertama kali dikembangkan oleh Sigmund Freud dan Anna Freud yang menyatakan bahwa ketika kita menghadapi situasi  sulit atau gak nyaman, pikiran akan otomatis nyari cara biar si emosi lepas dan kita bisa feel free.
Melanjutkan apa yang disebutkan hellosehat, secara naluriah manusia selalu menghindari perasaan yang negatif, seperti mengalami kehilangan, sedih, marah, kecewa, malu, dan takut. Nah, pada saat inilah pikiran akan secara otomatis membentuk mekanisme pertahanan diri yang berfungsi untuk menghalau perasaan agar pengalaman yang gak menyenangkan menjadi sedikit baik-baik saja. 
Self-defense ini bentuknya bukan kamu jadi jago kungfu atau taichi apalagi silat  ya, melainkan bentuk emosi lain yang melindungi emosi negatif yang muncul ketika diri merasa diserang secara psikologis. 
Bentuk self-defense diantaranya adalah, denial, represi, regresi, proyeksi, rasionalis, sublimasi, pengalihan, introyeksi, forman reaksi, penghindaran dan indentifikasi dengan agresor (sumber hellosehat).
Mental suka-suka gue termasuk yang mana nih? Jika dilihat definisi jenis self-defense sih, mental suka-suka gue masuk kategori denial, represi, rasionalis, sublimasi dan penghindaran.
Jadi bisa dikatakan, mental suka-suka gue bisa jadi merupakan bentuk self-defense sih menurut aku. Tapi.....yuk baca selanjutnya.

Manfaat Memiliki Mental Suka-Suka Gue


Seperti yang aku kasih contoh di paragraf sebelumnya, memiliki mental suka-suka gue ada sisi baiknya terlebih ketika kita menghadapi situasi diserang secara verbal yang berakibat buruk terhadap psikologis.
Misal nih kita dibully seperti, 
ih kamu item-an deh” atau 
ih kamu gendutan deh” ….
sebagai self defense, terkadang kita auto jawab kan, 
“ Yaahh suka-suka gue dong! muka-muka gue, mo item kek, mo guladig kek “ sambil berkelakar.
Akhirnya percakapan memang jadi candaan, tapi dalam hati periiiiiih rasanya, iya kan?
Padahal kita udah self defense nih dengan jawab demikian. Ujung-ujungnya, kita malas hangout lagi dengan si circle yang kerap ngebully. Kecuali emang itu circle udah deket banget sampai bully verbal aja gak bikin baper. Beda kasus ya.
Suka-suka gue juga bisa disamakan dengan sifat cuek yang gak peduli omongan orang lain dan percaya sama diri sendiri. Gak gentar meski orang sekitar yang secara continue bilang kita gak bisa, atau bilang apa yang kita lakukan cuman wasting time and money aja.
Dengan mental suka-suka gue, kita bisa tetap berkarya di tengah cemoohan orang. Biasanya yang kek gini malah bikin makin sukses dan PD sih, karena cemoohan adalah motivasi terbesar dalam hidup untuk makin greng dalam berkarya.
Manfaat lain dari punya mental suka-suka gue apa sih?

1. Fokus pada diri sendiri


Karena punya prinsip suka-suka gue, hidup-hidup gue dan gue bebas melakukan apa aja dalam hidup (kecuali yang melanggar norma), kita jadi bisa lebih fokus sama diri sendiri. 
Entah itu terkait melakukan kegiatan yang disukai meski dianggap sebelah mata atau entah itu terkait pengembangan diri biar lebih berskill dan terampil. Benefitnya? Tentu saja diri makin berkembang dan punya kemungkinan sukses lebih besar. Or at least kita konsisten di jalur yang kita pilih.

2. Hidup tenang tanpa drama


Yang bikin crowded pikiran salah satunya adalah baper dan overthinking akibat sibuk mikirin pendapat dan penilaian orang lain. Ini ganggu banget sih ya. Nah dengan mental suka-suka gue, ga ada tuh mikirin omongan tetangga yang julid atau teman yang kerap bully becanda atau pendapat yang notabene mengkritik.
Bahkan, kita gak bakalan ngasih ruang buat mikirin omongan orang lain aja kayaknya dalam pikiran kita. Karena kita fokus hanya pada diri sendiri. Yaaaa kepikiran aja gak deh kayaknya karena kita udah mikir duluan, “ ih gak penting deh mikirin omongan si A dan B” apalagi orangnya cuman kita kenal sambil lalu.
Terkait hal ini, menurut fimela ada penelitian di Johns Hopkins University yang menyatakan bahwa :
Hidup akan lebih mudah dijalani ketika seseorang tidak terlalu memikirkan atau mengetahui hal-hal secara berlebihan.

Selain itu, kita bisa banget menjalani hidup dengan tenang dan damai terlebih jika punya filosofis gaya hidup slow living.  


manfaat mental suka-suka gue
Manfaat punya mental suka-suka gue, ini infografis dibikin pake Canva yaa



Dampak Buruk Memiliki Mental Suka-Suka Gue


Gak selama punya mental suka-suka gue itu bagus, karena apapun yang kebablasan dan over pasti ada dampak buruknya. Mental suka-suka gue yang kebablasan bisa berakibat :

1. Tutup mata terhadap Kritikan dan saran


Karena udah menancapkan dalam jiwa mental suka-suka gue, dampak buruknya bisa bikin orang tutup mata terhadap kritikan. Sebetulnya, ini salah satu self defense seperti yang disampaikan halodoc dalam artikelnya yang menyatakan bahwa manusia kerap menghindari perasaan yang negatif, seperti sedih, marah, kecewa, malu, dan takut.
Kritikan merupakan salah satu penyebab yang kadang bikin orang marah dan sedih dalam waktu bersamaan. Marah karena merasa gak kayak gitu dan sedih mikirin ada benernya juga omongan orang itu tapi diri denial.
Nah denial ini merupakan salah satu self defense yang dijabarkan halodoc dalam artikelnya yang mengartikan denial sebagai kondisi dimana seseorang merasa bahwa situasi atau konflik tertentu sudah berada di luar kendalinya, ia justru memilih untuk melupakan atau tak mau mengakuinya sama sekali.
Setali tiga uang dengan dampak buruk bermental suka-suka gue yang tutup mata terhadap kritikan, mental ini juga berdampak buruk pada penerimaan saran. Meski saran itu bagus, kalau udah bermental suka-suka gue yaa orang tersebut akan acuh dan merasa gak memerlukan saran.
Kalau udah kayak gini, yang rugi diri sendiri sih. Karena pada dasarnya kritikan dan saran itu bisa jadi masukan yang cukup krusial terhadap pengembangan diri. Baik dalam membuat karya ataupun dalam personal development.

2. Bikin keras kepala dan egois


Saking udah deudeuknya bermental suka-suka gue, imbasnya bisa bikin orang yang udah keras kepala makin keras kepala dan egois. Terus yang keras kepalanya baru setengah porsi aja bisa jadi makin meradang keras kepalanya.
Karena udah mikir, yaaa suka-suka gue dong…apapun ya suka-suka gue.

3. Bikin diri merasa paling benar


Ini juga salah satu dampak negatif dari punya mental suka-suka gue. Gak hanya bikin keras kepala dan egois tapi juga ngerasa diri paling bener. Apalagi dilengkapi dengan menolak menerima kritik dan saran. Udah lengkap deh.

4. Mengurangi empati dan simpati


Mental suka-suka gue juga berdampak terhadap menurun hingga hilangnya empati dan simpati. Ini relate banget sih dengan situasi saya saat ini. Curhatin jangan ya? hahahaha. 
Jangan lah ya, intinya gini deh. Kalau orang udah keras kepala dan suka-suka gue terus menolak kritikan, ketika ada rasa kecewa terhadap keputusan atau pilihan orang lain endingnya si orang ini jadi gak punya empati dan simpati karena udah sibuk duluan sama rasa kecewa sendiri.
Gak bakalan ada tuh respon menjawab seperti, “ its okay, get well soon ya “ atau sekadar “ oke saya paham, gpp kok” , yang ada keukeuh mempertahankan apa yang udah jadi prinsip dia. Berat kan?

Dampak buruk punya mental suka-suka gue
Infografis Dampak buruk punya mental suka-suka gue, dibikin pake Canva juga ya plaform andalan sih ini, hehehe


Kesimpulan

Suka-suka gue sih mau bikin kesimpulan seperti apa ya? hahaha. Gak juga deng! Intinya punya mental suka-suka gue itu ada bagusnya kalau diterapkan dalam situasi self defense yang udah parah banget dan kalau si situasi ini emang malah bikin kita jadi produktif. 
Bisa dikatakan, aku setuju sih setuju punya mental suka-suka gue sebagai self defense untuk menjaga stabilitas emosi dan mood tapi gak sampai kebabalasan juga sampai bikin kita keras kepala dan denial terus menolah kritikan. Oh No! Jangan sampai ya karen aitu bakal bikin kita jadi toxic person
Tapi kalau malah bikin kita jadi human yang less empathy and sympathy, duuhhhh mending intropeksi sambil merenung di gunung Manglayang deh. Terus coba pikir-pikir lagi dampak dari punya mental suka-suka gue terhadap psikologis orang lain terlebih diri sendiri. Karena prinsip apapun yang kita pegang akan direfleksikan lewat sikap dan itu akan berimbas terhadap situasi orang lain juga. Iya kan?
Menurut kamu gimana? Setuju gak sih punya mental suka-suka gue? Sebutkan alasannya dong, aku kan penasaran, hihihi

Catatan :
guladig : kusam
keukueh : bersikukuh

Eka FL
Momblogger Bandung | Digital Illustrator & Graphic Designer | Agriculture and Landscape Architecture Bachelor Degree

Related Posts

1 komentar

  1. Suka suka gue ada baik dan buruknya, harus tau kapan kita bersikap suka suka dan kapan kita harus menerima kritikan :)

    BalasHapus

Posting Komentar