Selamat, Kamu Kena Prank! Pernah gak sih kalian menemukan situasi kaya kena prank dimana sepertinya bakalan dapat surprise menyenangkan eh gak taunya gak? atau situasi yang diharapkan bahagia nyatanya malah banyak drama? atau merasa tertipu? pernah? Toss dulu dong! hihihi.
Gak enak banget ya rasanya, seperti merasa terperangkap dan kecewa berat tapi harus ditelan bulat - bulat karena sudah kadung.
kalau kalian, situasi kaya gimana sih yang membuat kalian merasa seperti kena prank? kalau saya sih merasa kena prank sama yang namanya pernikahan!
what?? seriously? ah masa sih? Kok bisa sih saya bilang kena prank sama yang namanya pernikahan? iyalah, karena awalnya saya merasa kalau pernikahan itu seperti di film, happy ending. eh gak taunya banyak drama! ampyun deh, wkwkwk
Saya Kena Prank!
Bayangan saya terhadap lembaga pernikahan sangat indah. Seindah film-film romantis hollywood. Tapi pada kenyataannya pernikahan tidak seindah itu. Saya sempat kaget dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada diri saya dan pasangan. Hal ini ternyata disebabkan seiring dengan bertambahnya peran saya sebagai ibu.
Perubahan peran ini sedikit banyak mempengaruhi saya dan pasangan secara psikologis dan mengubah sudut pandang saya mengenai pernikahan.
Setelah menikah saya kosong selama dua tahun karena memang kami berdua belum memutuskan untuk memiliki momongan. Dan selama dua tahun itu pernikahan kami rasanya honeymoon terus sepanjang tahun. Yah kalau pertengkaran kecil pasti ada, tapi bisa dengan mudah diselesaikan tanpa berlarut - larut.
Masalah mulai timbul justru saat kami memiliki anak pertama. Peran menjadi ibu dan ayah baru rupanya cukup menguras tenaga, pikiran , waktu dan uang. Masing - masing dari kami mengalami perubahan yang cukup drastis sampai - sampai kami tidak saling mengenal satu sama lain lagi.
Peralihan peran rupanya membuat saya kehilangan diri saya sendiri dan saya terjebak dalam rutinitas peran baru.
Baik saya maupun pasangan sibuk dengan perannya masing - masing, saya sebagai ibu mengurus bayi dan urusan domestik sementara pasangan sebagai ayah bekerja. Kami jarang memiliki pillow talk atau bahkan quality time berdua, karena sejak lepas dzuhur hingga tengah malam suami bekerja di kios yang kami rintis sejak tahun 2014. Sedikit sekali waktu yang kami miliki bersama. sok sibuk pisan ya? wkwkwk
Saya rasa, pasangan berubah menjadi pribadi yang keras dikarenakan rasa tanggung jawabnya sebagai suami yang harus mencari nafkah. Sehingga tak ada lagi ruang di dalam pikirannya untuk meributkan hal yang sepele seperti sikap baper saya dan masalah baby blues yang saya alami sepanjang masa pengasuhan anak kami. Hal ini membuat saya sendirian dan kesepian dalam pernikahan.
Karena idealnya, kesulitan selama masa pengasuhan harus dilalui bersama dengan pasangan. Sayangnya saya tidak demikian. Terkadang kalau saya sudah di puncak emosi dan akhirnya meledak, saya menangis tanpa bicara sepatah katapun. Hal ini tentu membuat pasangan kebingungan dan geram. Entahlah, karena jarangnya kami berkomunikasi dari hati ke hati, jadi saya agak segan curhat unek-unek dan lebih memilih diam dan menangis saat sendirian. kasian banget ya gue? wkwkwkwk
Hal ini juga dipicu karena setiap kami bertengkar karena anak rewel atau saya yang uring-uringan karena kelelahan, pasangan lebih memilih tidak membahas panjang lebar ketimbang bertanya kenapa saya uring - uringan dan mendengar keluhan saya. padahal hanya tinggal pasang kuping aja tanpa harus ngasih saran bijaksana layaknya Mario Teguh. Sayangnya dia tidak begitu.
Pasangan saya tipe yang agak malas membahas soal perasaan, karena dia sudah cukup stress memikirkan bisnis kami yang stagnan dan penghasilannya kecil sementara kebutuhan kami banyak dan bahkan melebihi pemasukan. sehingga urusan saya yang mudah baper dan perasaan saya agak membuat beban pikiran dia bertambah. Lama kelamaan hal ini membuat saya merasa menjadi single fighter dan rasanya seperti kena prank pernikahan.
Sampai akhirnya, saya pasrah aja sama Allah.
Alhamdulillah berapa bulan sejak saya memutuskan pasrah lalu melakukan evaluasi serta mencari solusi, hubungan saya dan pasangan membaik dari hari ke hari. Pasangan lebih banyak senyum, ramah dan jarang berkata tegas. Lebih mau mendengar dan menawarkan bantuan. Sungguh diluar bayangan.
Saya rasa, perubahan ini selain karena ikhtiar doa yang tidak putus juga karena saya kembali menulis buku harian. Baik di jurnal maupun di blog yang hanya saya sendiri yang bisa membacanya. Menulis sebagai pelepasan stress dan self healing saya rasa ada benarnya. Karena hal ini mampu mengubah respon dan psikologis kita menjadi lebih tenang. Hal ini akan berimbas juga pada respon kita terhadap permasalahan yang kita hadapi sehari - hari.
karena akhirnya perasaan saya plong, saya bisa bersikap lebih tenang saat kelelahan yang pada akhirnya pasangan juga jadi lebih bereaksi positif terhadap saya. Setelah lebih sering menulis di blog pribadi yang di kunci itu, saya jadi bisa lebih spontan dan terbuka terhadap pasangan. Tidak canggung saat berbicara dan masa bodo saat bercerita apa saja walaupun dia hanya manggut - manggut dan jawabannya hanya , “ oh ya?” atau “wah” saja. Yang penting saya plong udah cerita! hahahaha.
Saya memang kena prank pernikahan, tapi saya tidak menyesal. Saya rasa setiap pasangan yang menikah pasti akan melewati fase seperti ini. Apalagi saya baru memasuki tahap 10 tahun awal pernikahan yang katanya merupakan fase saling mengenal satu sama lain.
Mengapa saya harus menyesal? setelah saya akhirnya menyadari bahwa perubahan pasangan saya itu merupakan proses pendewasaan dia sebagai seorang suami dan ayah?
mengapa saya harus menyesal? karena sekarang kami dikaruniai anak - anak yang sehat dan lucu walau gak sedikit kami dibuat stress dan kadang bertengkar karena masa tantrum mereka?
Mengapa saya harus menyesal? karena sekarang hidup saya damai dan tentram. Hati saya penuh dengan cinta dan saya tak lagi memendam trauma.
Toh hingga detik ini, pasangan tetap memegang janjinya dari awal, yaitu akan membuat saya bahagia dan tidak sedih lagi kalau mengingat masalah keluarga. Dan dia menepati janji itu. Sudah seharusnya saya bersyukur, teramat sangat.
yah, saya kena prank dan saya tidak menyesal.
Bagaimana Persiapan agar kamu tidak kena prank pernikahan?
Satu saran saya, jangan berharap lebih terhadap sebuah pernikahan dan persiapkan mental dan pengetahuan sebelum memutuskan untuk menikah.
Saya tau, terlalu banyak cerita drama bahkan film sampai dongeng yang mengisahkan kalau pernikahan merupakan happy ending. Padahal kenyataannya gak gitu. Siapapun yang ingin dan akan menikah harus memikirkan poin penting, yaitu KENALI PERAN BARU - PAHAMI - RESAPI - SIAPKAN DIRI.
Saya tidak bermaksud menakut - nakuti mereka yang ingin menikah hingga menjadi enggan. Tetapi justru sebaliknya, andai saya punya mesin waktu saya ingin sekali kembali ke masa sebelum menikah dan bertanya pada diri saya yang sekarang APA YANG HARUS SAYA SIAPKAN SEBELUM MENIKAH? tapi kenyataanya gak mungkin kan? akhirnya semua proses adaptasi itu harus saya lalui sendiri dan cerita saya menjadi pembelajaran bagi mereka yang ingin dan akan menikah.
Jangan mau menikah karena usia atau sudah lelah mencari cinta yang selalu kandas atau karena pacaran sudah terlalu lama. Menikahlah karena memang sudah siap menjadi seorang istri dan ibu. Itu dua peran penting yang akan dilalui bagi kita kaum hawa.
Hal ini termasuk menikah dengan alasan beribadah. It's a good intentions, menikah karena ibadah. Tapi memahami nilai beribadah dalam pernikahan juga itu sama pentingnya. Ibadah seperti apa setelah menikah? ini yang harus betul - betul dipahami agar siap bukan hanya sekedar akibat kepincut godaan menikah muda atau mendapat pasangan halal semata.
Karena setelah menikah, kamu tidak hanya akan menjadi seorang isteri tapi juga seorang ibu, seorang menantu, kakak/adik ipar, tetap seorang anak dari orang tua kandungmu, dan tetap menjadi diri sendirimu sendiri. Semua peran itu tidak serta merta membuat pernikahan mulus kaya kulit semangka, awal adaptasi pasti ga enak banget. apalagi ada stigma kalo keluarga mertua itu mirip film horor. Kenyataannya? tentu tidak seperti itu.
Bagaimana Jika Saya Terjebak Dalam Prank Pernikahan?
Jadi, bagaimana nih kalau kamu sudah terlanjur kena prank pernikahan? saya tidak bisa memberikan tips yang banyak, tetapi hal - hal berikut mungkin menjadi solusi ketika kamu merasa terjebak dalam permasalahan pernikahan.
Pertama, melakukan self healing
Ini penting. Karena apapun yang menjadi sumber trauma kita bisa menjadi tembok berlin bagi hubungan kita dengan pasangan. Kita harus menemukan akar permasalahan dari apa yang selalu menjadi gangguan bagi diri kita sendiri. Misal, saya dengan masalah keluarga saya, trauma akibat perceraian orangtua dan inner child. Wah, banyak sekali ya.
Tetapi ketika semua trauma ini satu per satu terselesaikan, hidup kita akan terasa lebih ringan dan bisa melihat situasi apapun menjadi lebih baik. Soal menjadi bahagia, relative ya. Tapi ketika kita tidak lagi merasa terganggu dan menerima kisah masa lalu kita dengan segala trauma dan dramanya, kita bisa move on dan melanjutkan hidup kita yang ada di depan mata. Perhatian kita tidak lagi berpusat pada trauma yang tidak pernah usai lantas melampiaskan pada pasangan. Maksudnya?
ketika saya belum menyelesaikan konflik saya dengan ibu saya, saya sering melampiaskannya pada pasangan. Ketika pasangan menjadi cuek, tidak perhatian apalagi tidak mau mendengarkan keluh kesah saya, tiba - tiba saya merasa seperti diperlakukan sebagaimana ibu saya memperlakukan saya dulu. Akhirnya saya menumpuk emosi dan kecewa terhadap pasangan saya.
Padahal, bukan salah suami saya pada akhirnya saya merasa tidak diperhatikan dan diabaikan. Bisa jadi situasinya tidak tepat saja. Saat saya kelelahan dan memerlukan perhatian lebih dari pasangan tapi kenyataannya pasangan juga sedang mengalami situasi yang sama tapi kita tidak menyadari hal itu karena terlalu gelap dengan emosi dan trauma sendiri.
Sampai sini bisa dipahami? semoga bisa dipahami ya.
Berhentilah menyakiti diri sendiri dengan terus menggenggam trauma hingga bertahun -tahun lamanya. Emang enak terus berada dalam trauma? gak kan ya? pasti jadi beban lah. Makanya, hempaskan si trauma itu. Caranya? Bicara dengan diri sendiri.
Enaknya sih memang pergi ke psikolog atau psikiater ya, tapi kan mahal ya bayar jasanya! hahaha. Jadi yang bisa kita lakukan adalah bicara dengan diri sendiri. Curhat sama diri sendiri . Bisa dengan menulis diary, jurnal, blog atau apapun lah medianya. Lalu uraikan. Contohnya? artikel saya tentang inner child dan penyelesaian konflik saya dengan ibu saya bisa menjadi salah satu contoh.
Hidup terlalu indah kalau kita melewatkan semuanya. Semua hal yang baik yang ada di depan mata dan sekeliling kita akan menjadi nampak buruk dan terasa seperti sebuah kesialan dan kemalangan.
Pasangan yang sebetulnya baik dan perhatian akan terlihat menyebalkan dan membuat kita tersiksa hanya karena satu hal sepele, anak - anak yang ceria dan sehat dan menggemaskan akan terasa seperti mimpi buruk dan teman serta sahabat yang selalu mendukung akan terasa seperti ancaman yang sewaktu waktu akan menikam dari belakang. Sehingga akhirnya kita memilih menyakiti mereka lebih dulu sebelum kita yang tersakiti sebagai bentuk benteng pertahanan agar kita tidak tersakiti “lagi”.
padahal kenyataanya, kita sendiri yang menyakiti diri sendiri. Pasangan sih baik hati dan selalu menyayangi kita, anak - anak sih menyayangi kita apa adanya dan sahabat pasti menerima kita apa adanya juga dan tetap mendukung kita dalam situasi apapun.
Kita yang merasa sebaliknya hanya karena punya trauma yang belum terselesaikan. paham?
Kedua, Jangan berharap lebih.
Idealnya memang, setiap pasangan dalam pernikahan memiliki prinsip kesalingan , tetapi kenyataannya tidak semua pasangan dalam pernikahan memiliki prinsip seperti ini. Banyak juga pasangan yang memiliki perbedaan “mazhab” soal kesalingan ini, Suami yang patriarki beserta keluarganya bisa menjadi mimpi buruk. Tetapi, itulah ladang pertempuran kita.
Rasa iri melihat pasangan lain yang saling terbuka dan bahu membahu menjalani biduk rumah tangga pasti ada. Tetapi jangan iri atau berkecil hati lantas bertanya pada Allah, “ Ya Allah kok saya dikasih jodoh yang begini sih? gak adil!! “ , karena setiap manusia diberikan ladang pertempuran yang berbeda. Segera ubah sudut pandang kita terhadap konsep pernikahan. Ubah menjadi, pernikahan adalah ladang ibadah. Terkesan toxic optimistic ya? bisa dikatakan begitu, tapi ini realistis. Daripada kamu terus tersiksa dengan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan? iya kan? lebih baik niatkan dalam hati menikah untuk ibadah.
walaupun suatu pernikahan terlihat baik - baik saja, kita tidak pernah tahu seberat apa masalah yang mereka hadapi. Jadi jangan merasa iri, setiap pernikahan memiliki pertarungannya masing-masing.
Cara yang terbaik adalah menerima pasangan apa adanya, lengkap dengan segala kebaikan dan kebiasaannya yang absurd. Terkadang ada saja kebiasaan yang jauh berbeda dengan kita, tapi itulah seni nya pernikahan. Indahnya di sana.
Ketiga, Kendorkan ego dan pahami
Seperti yang saya sebutkan diatas bahwa pernikahan membuat kita dan pasangan berubah dikarenakan perubahan peran. baik kita maupun pasangan sama-sama beradaptasi terhadap peran baru ini. Maka pahamilah bahwa segala macam pertengkaran, perbedaan pendapat dan situasi yang tidak sesuai harapan merupakan bagian proses adaptasi.
Hanya dengan memahami hal ini saja kita tidak akan lagi merasa terjebak dalam unhappy marriage dan merasa kena prank.
Bagaimana kalau pasangan malas bekerja dan mencari nafkah? dukung dia. Maksudnya? pasti ada alasan mengapa dia malas dan enggan mencari nafkah. Gali akar permasalahannya dan berikan solusi. Kok rasanya aneh ya? harusnya kan suami gitu lho yang sadar diri buat cari nafkah dan bukannya sebaliknya! hahaha. Yah, sayangnya begitulah kondisi kita. Itulah ladang pertempuran kita.
Tapi sebelum memulai, siapkan dulu stok sabar dan ikhlas ya. Menerima suami sedang berada dalam situasi seperti itu pasti gak akan mudah. apalagi kalau kita berpikir, buat apa susah susah mikirin itu? toh itu tanggung jawab suami! dia peduli sama aku aja gak!
Iya sih, tapi kalau suami gak kerja terus kita sendiri gak kerja lha mau ngasih makan anak - anak gimana? oke, aku yang kerja! oh jangan! jangan bebani diri sendiri dengan prinsip seperti ini. Bukan hanya lelah fisik dan juga hati karena terus memendam rasa kecewa pada suami dan terus merasa menjadi single fighter.
satu hal yang saya pahami dalam pernikahan adalah, para suami memiliki ego lebih atas kekuasaan dan harga diri. Dan ego itu terletak pada uang dan otoritas. Ya ya tidak semua suami begitu tapi mostly ya.
Jadi jangan lukai harga dirinya dengan merendahkan dan berkata kasar pada suami seperti, “ suami tiada guna” atau “ suami pemalas” atau “ suami gak bertanggung jawab “ . Percayalah, dalam hatinya pasti ada rasa bersalah saat tidak mampu memberikan yang layak pada keluarganya. Ada hati yang terluka disana. Jadi, dukunglah dia dengan tetap bersabar, ikhlas dan tersenyum. Klise ya? hahaha, memang! emang ada solusi lain?
Gimana cara mendukungnya? bisa kita arahkan dengan menawarkan pekerjaan atau bisnis yang pasangan sukai. Misal, hobinya burung nih… arahkan untuk bisnis burung. Saya dengar lumayan lho omsetnya. Atau hobinya main game, arahkan bikin warnet game atau jadi gamers yang berpenghasilan. Atau hobinya main bulu tangkis, arahkan untuk buka bisnis peralatan bulu tangkis dan olahraga lainnya.
Kami gak punya modal dan gak punya jaminan? mintalah sama Allah. Kalau kita sudah berniat membantu suami, insya allah pasti dikasih jalan sama Allah.
Tapi gimana nih, kalau suami bukan tipe orang yang mau dikasih masukan dan menolak mentah - mentah masukan solusi dari kita? gampang - gampang susah memang, tapi biasanya pasangan memang gengsi diberi masukan dan merasa apa yang dijalani adalah pilihan yang tepat. Gak masalah, terus aja kasih masukan karena informasi dari kita sebetulnya dia simpan dan dipertimbangkan, Cuman responnya aja yang terlihat seperti yang menolak, hihihi
Disinilah peran kendorkan ego dan pahami sangat diperlukan. Bukan hanya soal finansial, tapi juga saat kita menuntut lebih perhatian pada pasangan. Ingat bahwa pasangan juga menginginkan hal yang sama dari kita. Bukan hanya kita. Pahami hal ini dan mulai perhatikan kebutuhan batin pasangan. Insya Allah, hubungan dengan pasangan akan membaik.
Keempat, Jadikan pernikahan sebagai ladang ibadah
Saat kita sudah berusaha dan melakukan segala cara untuk mempertahankan identitas diri dalam pernikahan dan mempertahankan pernikahan itu sendiri tapi masih tidak membuahkan hasil, maka ubah mindset kita menjadi “ jadikan pernikahan sebagai ladang ibadah”
mengapa? karena akhirnya saya menyadari bahwa, mengapa Rasulullah S.A.W mengatakan bahwa menikahlah karena ibadah karena memang ladang ibadahnya banyak banget. Mulai dari melayani suami, mengurus rumah tangga dan juga anak - anak. Belum termasuk kepada orangtua kandung dan mertua. Tapi ujiannya juga banyak. Tapi setimpal lah dengan nilai pahalanya.
kalau sudah mengubah mindset, ujungnya jadi nothing to lose dan Allah pasti kasih jalan yang terbaik untuk kita. Tapi bukan berarti lantas hanya pasrah saja tanpa usaha. semua point di atas bisa dijalankan sembari tetap pasrah dan tawakal.
Kelima, cari cara komunikasi yang unik dengan pasangan
Setelah keempat poin diatas kita coba praktekan, saya yakin outputnya hati kita akan lebih lega dan plong. Sehingga kita bisa mencari solusi cara berkomunikasi yang unik sesuai dengan karakter pasangan. Misal, komunikasi sambil bercanda tapi menyimpan pesan yang cukup penting. Kita bisa lebih mencari lagi alternatif cara berkomunikasi jika hati dan pikiran kita sudah tidak penuh dengan emosi atau rasa kecewa lagi. percayalah.
Semua point di atas menurut saya berkesinambungan dan tidak bisa hanya dilakukan satu poin saja. Karena akar permasalahan yang ada dalam diri kita yang harus di hempaskan dan diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu baru bisa tidak berharap lebih kemudian mengendorkan ego dan memahami pasangan dan akhirnya mengubah mindset pernikahan menjadi ladang ibadah dan endingnya bisa berkomunikasi dengan lancar dengan pasangan.
Satu tips terakhir yang sangat penting, yaitu bersyukur. Bersyukurlah memiliki pasangan yang diberikan Allah yang lengkap dengan segala kebaikan dan kekurangannya.Bukankah dengan bersyukur maka Allah akan menambah nikmat dalam hidup kita? tentu mau dong. Jadi, jangan lupa bersyukur ya.
Karena biasanya orang yang kena prank, walau awalnya dongkol ujungnya pasti tertawa lucu kan? mirip dengan kebiasaan Kilan Si Bungsu yang sering nge-prank saya pura-pura nangis, tentu saya kaget, setelah saya kaget tiba-tiba dia buka tangan dan mata dia lalu berkata, " iiihhh mamah kena prank! hahaha !! "
Saya sih terus terang tidak pernah menganggap pernikahan sebagai sebuah prank. Sejak awal ketika saya menikah, saya memang tidak pernah berpikir bahwa pernikahan itu akan selalu happy ending. Sudah terlalu banyak saya mendengar.
BalasHapusJadi, saat itu, saya hanya memandangnya bahwa saya akan melakukan sebuah "perjalanan" adventure, saya akan memasuki dunia kehidupan baru yang berbeda dari sebelumnya.
Jadi, saya tidak bersiap secara teoretis, tetapi secara mental, saya sudah menyadari kalau perjalanan itu akan penuh lika liku dan juga tantangan. Perjalanan yang tidak akan sama seperti yang diceritakan di film.
Pada akhirnya memang sama, dimana terjadi juga adaptasi dalam berbagai aspek kehidupan saya. Mengenal kembali istri lebih dalam, membentuk tim, menerima kelemahannya, berusaha mengcover , dan banyak hal lainnya.
Peran kami berubah terus, apalagi sejak kehadiran si Kribo di dalam keluarga kami. Kami terus berusaha saling menyesuaikan satu dengan yang lainnya. Bertukar pikiran, bertengkar, berargumen, tetapi juga terus saling menguatkan dan saling menyayang.
Bukan sebuah prank sih karena memang saya tidak pernah punya impian seperti film. Saya sadar betul kalau pernikahan adalah sebuah perjalanan panjang, yang saya harap baru selesai ketika kematian datang.
Itu adalah jalan yang secara sadar saya pilih untuk dijalani meski ada jalan-jalan lain yang sebenarnya bisa diambil.
halo kak Anton, apa kabar nih? semoga sehat ya
BalasHapuswah senang deh baca komen kak Anton nih dari sisi para papah, hehe.
nah itu kak, karena awalnya saya punya image pernikahan itu happy ending jadi ekepektasinya besar. jadi ketika terbentur masalah jadi rasanya aduh kena prank nih, katanya pernikahan itu bahagia dan nyenengin tapi kok? begitulah kira-kira yang saya alami.
tapi saya setuju banget sama kak Anton, pernikahan itu bisa kita anggap seperti adventure. jadi lebih asyik ya, dibanding dianggap sebuah prank. dan yess saya lebih setuju sama kak Anton soal membentuk tim dengan pasangan.
makasih banyak komentar nya kak Anton, pemahaman saya jadi bertambah ya. saya jadi mikirm oh iya ya kenapa gak mikirnya kaya gini ya, kenapa harus ngerasa kaya gini ya? ...
biasalah kalau perempuan kan suka gampang baper ya kak, hihihi
once again, thank you kak Anton, salam hangat untuk keluarga terutama kribo (^_^)
Kalau kata orang "tahap taarufnya" kurang panjang. Taarufannya tiap hari biar saling kenal. Emang kucinya komunikasi. Semngat!
BalasHapusKilan tau aja ya ngeprank, wkwkkw. Btw prank dalam pernikahan bener banget teh, gak mungkin gak ada. Pasti kena prank yah tinggal bagaimana cara kita menyikapinya
BalasHapusAku juga pernah menganggap bahwa menikah akan membuat semuanya lebih indah. Nyatanya ujiannya semakin banyak wkwkw. Ya tapi sepakat dengan semua solusi di atas. Jangan berharap lebih, self healing, dan fokus untuk Ibadah. Ah makasih sudah diingatkan, peluk jauuhhhh <3 Doaku semoga Mbak Eka dan keluarga selalu sehat dan kuat menghadapi berbagai macam ujian juga Allah berikan rezeki yang berkah berkecukupan aamiin
BalasHapusout the box banget mau cerita tentang pernikahan tapi di awalnya dibilang kaya prank. memang sesungguh teh kalau pernikahan itu dulu diidentikkan dengan akhir cerita yang bahagia. padahal mah babak awal dari suatu kehidupan ya. Maka dari itu dibanding mengembar gemborkan buru-buru nikah, aku lebih suka kepada "persiapan pernikahan"
BalasHapustermasuk tulisan teh eka yang dengan kata lain cara menyikapi pernikahan yang tidak sesuai dengan keinginan kali yaa
seriusan kena prank aku, wkwk..
BalasHapustapi jujur sih, aku nggak pernah nganggap nikah itu mainan, walopun aku termasuk orang yang agak nyesel sama pernikahan, nyesel dalam arti, terlalu dini buat ngurus anak sama suami, hihi..
tapi apapun itu, dan udah sampek sini juga, alhamdulillah, semuanya baik-baik, dan semoga seterusnya, aamiin..
semoga bahagia selalu keluarga kita ya teh, aamiin..
Tulisannya dalem. Wajib baca nih untuk yang belum dan sudah menikah
BalasHapusYa ampun aku baca penuh haru jadinya mba, kadang ngakak, kadang itu aku banget, dan ya kadang lelah dan kadang langsung ingat harus bersyukur. Apalagi ini sekarang mertua dua ambruk semua, aku dan suami kudu saling bahu membahu.
BalasHapusSetuju banget mba. Mental dan pengetahuan memang wajib mba biar gak kena prank. Kalau perubahan menurutku sih wajar aja selama kita bisa menghadapi dan terbuka dengan perubahan yang terjadi di antara pasangan.
BalasHapusDuh Mbak kok kita sama ya. Ekspektasi saya terhadap pernikahan juga besar tapi setelah menjalaninya, realita yang saya hadapi gak sesuai ekpektasi. But nggak ada yang perlu disesali sih . Toh namanya manusia punya kekurangan dan kelebihan masing2. Justru dari ikatan pernikahan itu kita belajar untuk saling menerima bukan cuma kelebihan saja. Tapi kekurangan pasangan pun harus bisa kita terima.
BalasHapuswaah jadi agak ngeri ketika saya menikah nanti, hehehe. Kadang pernikahan dan pasangan hidup pun gak seindah yang kita bayangkan kyk drakor atau film, nyatanya malah seperti kayak sinetron/ftv yang banyak dramanya juga :))
BalasHapusya alloh mbak, bner2 sutikan yang positif buatku yang lagi planning buat nikah,, duh bacanya sambil gemeter loh membayangkan ke diir sndiri. makasih ya mbak,
BalasHapusHampir sama dengan mas Anton, aku menganggab dari awal nikah memang ga mudah. Karena itu ga mau expektasi lebih yg hanya menganggab bagian happynya aja yg bakal dirasain 😁.
BalasHapusUdah siapin mental juga dan hal2 yang harus dipersiapkan utk menghadapi segala masalah. Beruntung suamiku selalu mau diajak komunikasi, jadi stiap ada kendala, ya kami cari solusinya apa.
Jadi kalo mau dipikir2, kunci dari semuanya memang komunikasi sih mba. Tanpa itu, aku ga yakin masalah yg ada bisa selsai, malah numpuk sepertinya .
indeed kak fanny, aku setuju soal komunikasi. perlu trik juga sih ya soal komunikasi ini. kalau aku pribadi berproses sampai di titik sekarang, tell him everything in my thought dan gak sungkan blak blakan. padahal waktu pacaran sih gak masalah, semua dikomunikasikan. tapi after married, entahlah. semua terasa beda. tapi aku bersyukur sih, kami sampai di titik sekarang. komunikasi makin lancar dan bonding makin erat.
Hapusmungkin bener kata kak fanny, low expektasi. aku awalnya emang mikir pernikahan seindah film cinderella yang hapily ever after padahal kan zonk! hahahahaha