sama sikap tetangga atau bahkan sodara sendiri yang tetiba jutek tanpa alasan,
hati kadang terluka,
sama sikap tetangga atau bahkan sodara sendiri yang ramah sama yang lain tapi dingin bagai es sama kita,
hati kadang menangis,
sama sikap tetangga atau bahkan sodara sendiri yang pas dimintai tolong malah limpahin ke orang lain, eh pas giliran dia minta tolong kita kudu nolongin dia, kan ga fair
lalu,
datanglah yang namanya kesempatan,
membalas rasa mangkel, luka dan tangis hati kita yang disebabkan oleh si dia,
lewat mulut yang nyerocos semangat ber-api-api bagai kembang api begitu ada si A dan B bahkan C dan D ngomongin keburukan si dia yang bikin kita kesel bertubi-tubi,
tapi setelah itu apa?
puaskah hati kita?
terbalaskah dendam kesumat kita?
tenangkah hati kita?
oh tidak,
ternyata yang tersisa adalah, penyesalan!
mengapa kita sebodoh itu sesumbar keburukan si dia yang memang seburuk itu,
tapi hei, itu aib dia yang seharusnya kita tutup.
kalau sudah begini, lantas kita jadi melamun seharian
menyeselai tindakan bodoh yang sudah kita lakukan
menyesal sampai ke-ubun-ubun
kalu sudah begini, taubat adalah jalan keluarnya,
karena minta maaf sama si dia terasa tak mungkin,
masa iya kita umbar kesalahan kita menyoal ngomongin keburukan dia,
pecahlah perang dunia ke-3,
atau lebih parah, makin kandas dan retak lah hubungan kita dengan si dia yang memang awalnya sudah kandas,
kalau sudah begini, ya sudah
ambil air wudhu lalu solat,
mohon maaf sama Rabb yang maha ampun,
taubat dan menyesali perbuatan hina kita,
dan berjanjilah tidak mengulang lagi,
lain kali biarlah hati kita yang terluka daripada hati nurani yang terinjak-injak,
semoga doa kita BEKERJA meluluhkan hati Rabb yang maha luas ampunannya,
agar karma tidak bekerja membalas perbuatan kita,
agar Rabb menutup aib kita, dan melunakan hati A, B, C , D agar tidak berfikir yang lebih ganas soal keburukan si dia,
semoga Rabb mengampuni kita.
Ini aku banget nih, Mbak. Waktu ngobrol sih gak berasa apa-apa. Tapi setelah selesai ngobrolnya baru merasa bersalah. Apa aku ngomongnya kebablasan ya? Apa aku tanpa sengaja menyakiti perasaan orang yang aku ajak omong? Apa aku bikin orang yang aku ajak omong benci dengan orang yang kami ghibahin? Atau orang yang aku ajak omong malah merasa kalau aku tergolong kaum penyebar kebencian? Atau jangan-jangan aku benar-benar tergolong penyebar kebencian? Inilah kenapa aku lebih banyak diam waktu kumpul bareng teman. 😞
BalasHapussama mbak, setelah insiden memalukan diri sendiri ini, saya lebih memilih dibilang gak gaul daripada jadi banyak nge-ghibah, hehehe
Hapus